Walisongo –Sejarah
Masuknya Islam ke Indonesia
Sebelum memulai kisah walisongo,
mari kita mengingat kembali bagaimana agama islam masuk ke Indonesia. Menurut
beberapa pendapat ahli, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13. Hal ini
diyakini dengan berdirinya kerajaan bercorak islam seperti Samudera Pasai,
Malaka, dan Aceh. Islam dibawa oleh pedagang muslim yang melakukan interaksi
dengan penduduk setempat.
Ada dua pendapat para ahli yang
mengatakan bahwa islam disebarkan oleh pedagang dari Arab dan pedagang dari
Gujarat di India. Bahkan, menurut catatan Ma huang dari Cina, di wilayah
Indonesia sudah ada para pemeluk Islam dari Tiongkok (Cina). Itu bisa
dimengerti karena pada abad ke 7, Islam sudah masuk ke Cina. Ada bukti bahwa
orang-orang Cina pun melakukan perdagangan ke wilayah tanah melayu.
Islam masuk ke Indonesia dengan
tiga tahap. Pertama masa perkenalan. Kedua masa penyebaran, dan ketiga
penguatan yang ditandai dengan hadirnya negara-negara bercorak Islam. Pada
berbagai tempat di wilayah Indonesia penyebaran Islam ternyata berbeda-beda. Hal
tersebut akibat dari keruntuhan kerajaan Sriwijaya di Palembang pada abad ke
12.
Dengan runtuhnya pengaruh Hindu
di wilayah Sumatera maka kerajaan Islam dapat berdiri. Begitu pun di wilayah
Jawa (Java). Setelah kematian Hayam Wuruk dan Gajah Mada, kerajaan Majapahit
melemah. Terjadi perang saudara di mana-mana dan juga wilayah yang
terpecah-pecah. Islam masuk dan mengakar kuat.
Ini dikarenakan masyarakat
tertarik dengan islam yang mengajarkan persamaan hak. Di mata Tuhan semua sama,
yang membedakan mereka hanya amalnya. Ini tentu berbeda dengan ajaran agama
Hindu yang membagi masyarakat dengan kasta.
Kuatnya Islam di Nusantara juga
karena peran serta para da’i yang gigih menyebarkan islam di wilayah Jawa,
meliputi Jawa Timur, Tengah, lalu Barat. Lalu, menyebar pada Kalimantan, Maluku
dan wilayah Sulawesi. Penyebaran agama islam yang paling frontal tentu saja
yang terjadi di Pulau Jawa. Ini semua terjadi akibat adanya sejumlah dai’I yang
dikenal dengan sebutan walisong atau sembilan wali.
Arti Walisongo
Masyarakat awam menganggap
walisongo berarti wali yang sembilan. Artinya ada sembilan wali di sekitar jawa
timur yang berdakwah dan menyebarkan agama islam di masyarakat. Tapi ada
beberapa pendapat ahli yang menerjemahkan
kata ‘songo’ dalam bahasa arab yang artinya mulia, ada juga yang mengambil dari
bahasa jawa dari kata ‘sana’ yang berarti tempat.
Tapi, pendapat yang menarik
adalah pendapat terakhir yang mengatakan bahwa walisongo berarti sebuah dewan
yang didirikan oleh Raden Rahmat (sunan Ampel). Penulis lebih merujuk pada arti
yang terakhir tersebut, dengan berpegangan pada fakta sejarah bahwa para wali
tersebut bukan hanya ada di wilayah Jawa Timur, tapi juga di wilayah lain.
Umumnya para wali itu datang dari jawa setelah mendapat pendidikan di pesantren
yang didirikan oleh para wali di jawa.
Hubungan Kekerabatan
di Antara Walisongo
Di wilayah Jawa Timur, bersamaan
dengan melemahnya kekuatan Majapahit, seorang alim ulama dari Pasai bergelar
Maulana Malik Ibrahim bergerak menyeberang ke wilayah Jawa. Sesampainya di
wilayah tersebut, Maulana Malik Ibrahim mendirikan tempat berdagang untuk
masyarakat sekitar. Dengan memberikan harga murah maka berkumpulkan para
masyarakat melakukan transaksi perdagangan dengannya.
Dari sebuah tempat perdagangan,
Maulana Malik Ibrahim pun mendirikan pondokan agama untuk menyebarkan Islam.
Beserta putranya Sunan Ampel, Maulana Malik Ibrahim menyebarkan agama di daerah
Gresik (karena itu Maulana Malik Ibrahim digelari Sunan Gresik). Lalu,
putranya, Raden Rahmat yang bergelar sunan Ampel mendirikan padepokan di Ampel
Denta.
Dua putranya sunan Drajat dan
sunan Bonang juga belajar di pesantren Ampel Aenta. Sunan Ampel memiliki sepupu
bernama Joko Samudro atau Raden Paku yang juga menjadi muridnya dan bergelar
Sunan Giri.
Sunan Giri nantinya akan
mendirikan pesantren giri yang justru menelurkan banyak murid-murid yang
nantinya akan menyebarkan Islam di berbagai belahan Indonesia tengah.
Sunan Bonang mempunyai murid
Sunan Kalijaga atau biasa disebut Sunan Kalijogo, karena terkenal dalam suatu
riwayat selama 4 tahun hidup di bantaran sebuah sungai atas perintah Sunan
Bonang. Sunan Kalijaga sendiri memiliki anak sunan Muria dan memiliki murid
Sunan Kudus.
Di antara sembilan sunan yang
terkenal itu, ada satu lagi sunan yang bukan hanya sebagai penyebar agama saja,
tapi juga pengendali pemerintahan, yaitu Sunan Gunung Jati. Dia dan semua sunan
lainnya bersahabat, kecuali Sunan Gresik, karena telah lebih dulu mangkat.
Kisah Singkat Walisongo
Walisongo atau Sembilan wali ini
memiliki kisah yang menarik. Masing-masing tokoh memiliki peran yang unik dalam
proses penyebaran islam di Indonesia. Seperti apa kisah walisongo tersebut?
Berikut adalah penjelasan singkatnya.
1. Walisongo –
Maulana Malik Ibrahim
Walisongo yang pertama adalah
Maulana Malik Ibrahim. Beliau diperkirakan lahir di Samarkan, Asia Tengah pada
paruh awal abad ke 14. Maulana malik Ibrahim ini kadang disebut juga sebagai
syekh Maghribi. Bahkan, ada juga sebagian rakyat yang menyebutnya sebagai kakek
Bantal.
Maulana Malik Ibrahim yang
merupakan saudara kandung Maulana Ishak merupakan anak dari seorang ulama
Persia, Maulana Jumadil Kubro yang diyakini juga sebagai keturunan ke-10 dari
cucu Nabi Muhammad, Syayidina Husein. Pernah bermukim di Campa (sekarang
Kamboja) pada 1379, beliau akhirnya meninggalkan keluarganya dan hijrah ke
tanah jawa pada 1392.
Tanah Jawa yang pertama kali
disinggahi oleh Maulana Malik Ibrahim adalah desa Sembalo (sekarang adalah
daerah Leran, Kecamatan Manyar, sekitar 9 km dari utara Kota Gresik). Adapun
aktivitas pertama maulana Malik Ibrahim di tanah ini bukanlah berdakwah,
melainkan menyediakan diri mengobati masyarakat secara gratis. Usai mendapatkan
hati masyarakat, barulah Maulana Malik Ibrahim memulai misi dakwahnya dengan
membangun sebuah pondok pesantren di Leran.
2. Walisongo –
Sunan Ampel
Sunan Ampel memiliki nama kecil
Raden Rahmat. Beliau lahir di Campa pada 1401 Masehi. Sunan Ampel merupakan
putra tertua Maulana Malik Ibrahim. Nama Ampel sendiri diidentikan dengan nama
daerah tempat beliau menyebarkan agama Islam, yakni daerah Ampel, yang kini merupakan
bagian dari Surabaya.
3. Walisongo -
Sunan Giri
Sunan Giri merupakan anak dari
Maulana Ishak, saudaranya Maulana Malik Ibrahim. Selama tinggal di Jawa. Sunan
Giri menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel. Barulah setelah merasa
cukup ilmu, beliau membangun pondok pesantren di daerah perbukitan desa
Sidomukti, Selatan Gresik. Dari sanalah beliau memulai misi menyebarluaskan
islam.
4. Walisongo -
Sunan Bonang
Sunan Bonang merupakan anak dari
Sunan Ampel. Dengan demikian, Sunan Bonang ini merupakan cucu dari Maulana
Malik Ibrahim. Sunan Bonang ini dilahirkan dari seorang perempuan bernama Nyi
Ageng Mulia pada 1465 M di daerah Tuban. Tak hanya sebagai tempat kelahirannya
saja, Tuban juga kemudian menjadi pusat penyebaran agama islam oleh Sunan
Bonang.
5. Walisongo –
Sunan Kalijaga
Sunan kalijaga memiliki nama
kecil Raden Said. Ia dilahirkan pada 1450 Masehi. Ayahnya adipati Tuban, Arya
Wilatikta. Sunan Kalijaga merupakan yang paling banyak disebut di tanah Jawa,
bahkan masyarakat Cirebon percaya bahwa namanya sendiri diambil dari daerah Kalijaga
yang terdapat di Cirebon.
6. Walisongo –
Sunan Gunung Jati
Masyarakat jawa sangat mengagumi
Sunan gunung Jati. Bahkan sangat kagumnya kepada beliau, banyak kisah yang
menyebutkan bahwa beliau pernah mengalami perjalanan spiritual Isra Mi’raj dan
bertemu Muhammad saw (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).
7. Walisongo –
Sunan Drajat
Sunan Drajat merupakan anak dari
Sunan Ampel. Tugas berdakwah yang pertamanya beliau lakukan di pesisir Gresik,
namun ia kemudian terdampar di sebuah dusun Jelog (sekarang Lamongan).
8. Walisongo –
Sunan Kudus
Sunan Kudus merupakan murid Sunan
Kalijaga. Beliau berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti
Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun hamper sama dengan
pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara
penyampaiannya bahkan lebih halus.
9. Walisongo –
Sunan Muria
Nama kecilnya adalah Raden
Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung
Muria, 18 kilometer ke utara Kota Kudus. Gaya berdakwahnya banyak meniru cara
ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka
tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan
agama Islam.
Comments